Apa yang Terjadi Jika Saham Delisting? Dampak, Penyebab, dan Langkah Investor

Daftar Isi

Delisting saham adalah salah satu risiko terbesar dalam investasi pasar modal. Bagi investor, kabar delisting bisa terasa seperti mimpi buruk: saham yang tadinya aktif diperdagangkan tiba-tiba dihapus dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi jika saham delisting? Bagaimana nasib dana investor, dan langkah apa yang sebaiknya diambil?

Memahami Delisting Saham

Delisting adalah penghapusan pencatatan saham suatu perusahaan dari perdagangan bursa. Setelah delisting, saham tidak bisa lagi dijual atau dibeli melalui sistem BEI.

Ada dua jenis delisting:

  • Sukarela (Voluntary Delisting): perusahaan sendiri yang memutuskan keluar dari bursa.

  • Paksa (Involuntary Delisting): bursa yang menghapus saham karena masalah serius pada perusahaan.

Penyebab Delisting

1. Delisting Sukarela

Perusahaan dapat memilih keluar dari bursa dengan alasan strategis, seperti:

  • Go Private (Privatisasi): perusahaan ingin menjadi tertutup agar lebih leluasa mengambil keputusan tanpa tekanan publik.

  • Akuisisi atau Merger: ketika perusahaan digabung atau diambil alih oleh entitas lain.

  • Efisiensi Biaya: biaya kepatuhan di bursa dianggap terlalu besar dibanding manfaatnya.

Dalam kasus ini, perusahaan wajib melakukan tender offer atau buyback saham milik investor publik. Harga yang ditawarkan biasanya lebih tinggi dari harga pasar agar menarik bagi pemegang saham.

Contoh: PT Merck Tbk melakukan voluntary delisting pada 2017 setelah induk globalnya memutuskan untuk mengkonsolidasikan operasi di Indonesia. Investor ditawari buyback sesuai ketentuan.

2. Delisting Paksa

Jenis ini lebih merugikan investor karena perusahaan dikeluarkan akibat gagal memenuhi aturan BEI. Penyebab umumnya meliputi:

  • Masalah Keuangan: kerugian besar yang berkelanjutan hingga perusahaan tidak mampu beroperasi.

  • Ketidakpatuhan: terlambat atau tidak menyampaikan laporan keuangan, tidak melaksanakan RUPS, atau melanggar aturan keterbukaan informasi.

  • Suspensi Terlalu Lama: saham dihentikan perdagangannya lebih dari 24 bulan.

  • Pailit: perusahaan resmi dinyatakan bangkrut oleh pengadilan.

Contoh: PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dihapus dari BEI pada 2016 karena gagal bayar obligasi dan tidak memenuhi aturan keterbukaan informasi.

Proses Delisting Saham di BEI

Delisting tidak terjadi tiba-tiba. Ada tahapan yang biasanya berlangsung:

  1. Peringatan Awal
    BEI memberikan notasi khusus (misalnya tanda “L” atau catatan khusus lain) pada saham yang berisiko delisting. Investor sudah bisa membaca sinyal ini sejak awal.

  2. Suspensi Perdagangan
    Jika masalah tidak membaik, saham akan dihentikan sementara. Suspensi bisa berlangsung singkat atau sangat lama, tergantung kondisi perusahaan.

  3. Pengumuman Rencana Delisting
    Bursa atau perusahaan mengumumkan secara resmi rencana penghapusan saham. Investor diberi waktu untuk merespons, misalnya menjual saham di pasar negosiasi.

  4. Delisting Permanen
    Setelah semua proses dilalui, saham resmi dikeluarkan dari BEI. Pada tahap ini, saham hanya bisa diperjualbelikan di pasar negosiasi (OTC), dengan likuiditas yang sangat rendah.

Dampak Delisting Bagi Investor

1. Likuiditas Hampir Hilang

Saham yang sudah delisting tidak lagi diperdagangkan di BEI. Investor hanya bisa menjualnya di pasar negosiasi (OTC), yang transaksinya jarang terjadi. Akibatnya, mencari pembeli jadi sangat sulit.

2. Penurunan Nilai Drastis

Menjelang delisting, harga saham biasanya anjlok karena banyak investor menjual secara panik. Jika perusahaan bangkrut, nilai saham bisa jatuh mendekati nol.

3. Hilangnya Transparansi

Perusahaan yang sudah delisting tidak lagi wajib menyampaikan laporan keuangan atau keterbukaan informasi. Investor kehilangan akses informasi resmi.

4. Risiko Kehilangan Dana

Dalam kasus kebangkrutan, aset perusahaan lebih dulu digunakan untuk membayar kreditur dan pemegang obligasi. Pemegang saham ada di urutan terakhir, sehingga peluang mendapatkan kembali dana sangat kecil.

5. Implikasi Pajak

Investor yang menjual saham saat tender offer atau di OTC tetap dikenakan pajak transaksi. Jika saham menjadi tidak bernilai, kerugian bisa dicatat untuk kepentingan pajak, meski proses administrasinya lebih kompleks.

Langkah yang Bisa Dilakukan Investor

  1. Awasi Sinyal Peringatan dari BEI
    Perhatikan notasi khusus, keterlambatan laporan keuangan, atau suspensi berkepanjangan. Ini bisa menjadi tanda awal risiko delisting.

  2. Cek Alasan Delisting
    Jika delisting karena akuisisi atau privatisasi, investor bisa mendapatkan keuntungan dari tender offer. Jika karena masalah keuangan, risiko kerugian sangat tinggi.

  3. Manfaatkan Tender Offer
    Dalam voluntary delisting, gunakan kesempatan untuk menjual saham melalui tender offer yang biasanya lebih aman dan likuid dibanding menunggu di pasar OTC.

  4. Pertimbangkan Jual Sebelum Delisting Permanen
    Jika saham masih bisa diperdagangkan saat suspensi belum permanen, pertimbangkan menjual meski harga sudah turun.

  5. Diversifikasi Portofolio
    Jangan hanya mengandalkan satu atau dua saham. Diversifikasi ke berbagai sektor dan instrumen bisa mengurangi dampak kerugian akibat delisting.

  6. Konsultasi dengan Penasihat Keuangan
    Jika ragu, bicarakan dengan broker atau konsultan pajak mengenai opsi terbaik, terutama terkait tender offer atau pencatatan kerugian pajak.

Catatan Regulasi di Indonesia

  • Peraturan BEI No. I-I: saham dapat dikeluarkan dari bursa jika tidak memenuhi ketentuan seperti jumlah pemegang saham minimum atau suspensi terlalu lama.

  • POJK No. 54/POJK.04/2015: dalam voluntary delisting, perusahaan wajib memberi tender offer dengan harga wajar kepada publik.

  • Papan Pemantauan Khusus (Special Monitoring Board): BEI menempatkan saham bermasalah di papan ini sebelum delisting agar investor mendapat waktu untuk bereaksi.

Posting Komentar