Harga IPO Saham DCII: Dari Rp 420 Jadi Saham Termahal di Bursa
Pertumbuhan industri digital di Indonesia semakin pesat seiring meningkatnya penggunaan internet, cloud computing, hingga artificial intelligence (AI). Salah satu pilar penting dari ekosistem ini adalah data center. Di tengah lonjakan permintaan, PT DCI Indonesia Tbk (kode saham: DCII) berhasil mencuri perhatian publik dan investor.
Saat pertama kali melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Januari 2021, harga IPO saham DCII dipatok di level Rp 420 per saham. Hanya dalam empat tahun, saham ini berkembang pesat hingga menjadi saham dengan harga nominal tertinggi di BEI, bahkan melampaui saham perbankan besar.
Detail Harga IPO Saham DCII
DCII resmi melakukan penawaran umum perdana (IPO) pada 6 Januari 2021. Berikut rincian mekanisme penawaran sahamnya:
-
Harga Penawaran: Rp 420 per saham (setelah bookbuilding Rp 370–Rp 420)
-
Jumlah Saham yang Dilepas: 357,56 juta lembar atau 15% dari modal ditempatkan
-
Dana IPO Bersih: sekitar Rp 150 miliar
-
Penggunaan Dana: 80% untuk belanja modal (ekspansi data center), 20% modal kerja
-
Hari Pertama Perdagangan: harga langsung melonjak ke Rp 525 per saham (+25%)
Investor yang berhasil membeli saham di harga IPO hanya mengeluarkan Rp 42.000 per lot (100 lembar). Nilai kecil inilah yang kelak menjadi “harta karun” di pasar modal.
Perjalanan Harga Saham DCII Setelah IPO
Saham DCII menjadi fenomena di BEI karena lonjakan harga yang luar biasa.
Periode | Harga Saham (Rp) | Kenaikan (%) | Kapitalisasi Pasar (Rp T) |
---|---|---|---|
IPO (Jan 2021) | 420 | - | ~1 T |
Akhir 2021 | ~59.000 | +13.947% | ~140 T |
Akhir 2024 | ~186.925 | +44.000% | ~445 T |
September 2025 | 329.650 | +78.500% | ~774 T |
Pada 15 Agustus 2025, saham DCII sempat menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah (all time high) di level Rp 398.000 per saham.
Contoh sederhana: jika seorang investor membeli 1 lot saham saat IPO (Rp 42.000), pada September 2025 nilainya sudah mencapai Rp 32,96 miliar. Return on investment (ROI) mencapai +78.400%—salah satu yang terbesar dalam sejarah BEI.
Kinerja Keuangan DCII
Pertumbuhan harga saham DCII tidak lepas dari fundamental perusahaan yang solid. Data semester I/2025 menunjukkan performa yang impresif.
Metrik | Semester I/2024 | Semester I/2025 | Pertumbuhan |
---|---|---|---|
Pendapatan | Rp 737 M | Rp 1,33 T | +80% |
Laba Bersih | Rp 299 M | Rp 617 M | +106% |
EBITDA Margin | ~65% | 67,3% | +3,5 pp |
Net Profit Margin | ~40% | 46,2% | +6,2 pp |
Mayoritas pendapatan berasal dari layanan colocation yang menyumbang sekitar 94% total pendapatan. DCII juga memiliki lebih dari 120 pelanggan besar, mulai dari perusahaan e-commerce, perbankan, hingga operator telekomunikasi.
Faktor Pendorong Lonjakan Saham DCII
-
Booming Data Center
Pandemi COVID-19 dan tren digitalisasi mempercepat adopsi cloud dan e-commerce. DCII berada di pusat kebutuhan tersebut dengan data center Tier IV yang punya uptime 99,999%. -
Fundamental yang Kuat
Laba bersih meningkat lebih dari dua kali lipat dalam setahun, margin di atas 45%, serta arus kas operasi positif. -
Dukungan Investor Strategis
Kehadiran tokoh besar seperti Otto Toto Sugiri (pendiri), Marina Budiman, dan Anthoni Salim memperkuat kepercayaan pasar. -
Free Float Rendah
Saham beredar di publik hanya sekitar 14%. Keterbatasan pasokan membuat harga mudah terdorong naik saat minat beli tinggi. -
Sentimen Pasar
Isu stock split, ekspansi besar-besaran, hingga kabar akuisisi strategis mendorong euforia pasar. BEI bahkan beberapa kali melakukan suspensi karena aktivitas perdagangan tidak wajar.
Prospek dan Risiko Saham DCII
Prospek
-
Ekspansi Agresif: Proyek baru di Cibitung (JK6, 36 MW), Surabaya (9 MW), dan Bintan (lebih dari 1.000 MW dengan energi hijau).
-
Tren AI dan Cloud: Permintaan hyperscale semakin besar, terutama dari perusahaan teknologi global.
-
Posisi Pasar Kuat: DCII menguasai sekitar 56% pangsa pasar data center di Jakarta, pusat ekonomi digital Indonesia.
Risiko
-
Valuasi Sangat Tinggi: PER 669x dan PBV 228x membuat saham rentan terkoreksi jika pertumbuhan melambat.
-
Volatilitas Ekstrem: Sering terkena auto rejection atas/bawah, bahkan suspensi BEI.
-
Persaingan Ketat: Munculnya pesaing besar seperti Telkom (NeutraDC), EDGE, dan Equinix bisa menggerus pangsa pasar.
-
Tidak Ada Dividen: Laba ditahan seluruhnya untuk ekspansi, sehingga investor hanya mengandalkan capital gain.
Posting Komentar