Penyebab Saham ARB: Faktor Utama yang Harus Dipahami Investor
Dalam perdagangan saham, istilah ARB (Auto Reject Bawah) sering menjadi perhatian utama para investor. ARB terjadi ketika harga saham jatuh hingga menyentuh batas penurunan maksimal yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam satu hari perdagangan. Begitu saham menyentuh ARB, order jual di bawah harga batas otomatis ditolak oleh sistem.
Fenomena ini bisa membuat investor panik karena harga saham terhenti di level terendah dan sulit dijual. Namun, ARB bukanlah kejadian tanpa sebab. Ada faktor-faktor mendasar yang mendorong harga saham anjlok tajam hingga menyentuh batas bawah.
Aturan ARB Terbaru di BEI
Berdasarkan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas, BEI memberlakukan mekanisme ARB untuk menjaga stabilitas pasar.
Update per 8 April 2025:
Batas ARB ditetapkan sebesar 15% untuk semua rentang harga saham. Kebijakan ini berlaku untuk saham dengan harga Rp50 hingga di atas Rp5.000 per lembar. Khusus saham yang baru melantai di bursa (IPO), batas ARB bisa lebih besar, bahkan mencapai 50% pada hari-hari awal perdagangan.
Contoh perhitungan sederhana:
Jika saham ditutup di Rp2.000, maka batas ARB hari berikutnya adalah Rp1.700 (turun 15%). Semua order jual di bawah harga tersebut akan otomatis ditolak.
Faktor Fundamental Perusahaan
1. Kinerja Keuangan yang Mengecewakan
Laporan keuangan dengan laba bersih turun drastis atau bahkan merugi sering menjadi pemicu utama ARB. Investor menilai perusahaan tidak lagi prospektif sehingga memilih melepas sahamnya.
Contoh: Saham teknologi atau e-commerce kerap ARB setelah melaporkan kerugian yang jauh di atas ekspektasi.
2. Skandal atau Masalah Internal
Kasus hukum, manipulasi laporan, hingga konflik internal manajemen membuat kepercayaan investor runtuh. Sentimen negatif seperti ini bisa mendorong aksi jual besar-besaran.
3. Aksi Korporasi yang Merugikan Investor
Kebijakan seperti right issue berlebihan, pembatalan dividen, atau aksi korporasi yang mengurangi nilai pemegang saham lama dapat menekan harga saham hingga ARB.
Faktor Eksternal dan Kondisi Pasar
1. Krisis Ekonomi atau Gejolak Politik
Lonjakan inflasi, kenaikan suku bunga, pelemahan rupiah, atau ketidakpastian politik dapat membuat investor menarik modal dari pasar saham.
Contoh: Pada Maret 2020, pandemi Covid-19 menyebabkan IHSG terjun bebas, banyak saham langsung ARB berhari-hari.
2. Sentimen Pasar Negatif
Jika indeks utama seperti IHSG turun signifikan, saham-saham di sektor tertentu ikut terkena tekanan. Investor lebih memilih menunggu kepastian daripada menahan risiko.
3. Regulasi dan Kebijakan Pemerintah
Perubahan regulasi, misalnya kenaikan tarif pajak, pembatasan sektor tertentu, atau kebijakan industri yang dianggap merugikan, dapat memicu penurunan harga saham dalam skala besar.
Aksi Jual Masif dan Perilaku Investor
1. Panic Selling
Reaksi berlebihan investor terhadap berita negatif sering kali menciptakan efek domino. Ketika sebagian investor menjual, yang lain ikut panik sehingga antrean jual membengkak dan harga saham jatuh ke ARB.
2. Taking Profit oleh Investor Besar
Setelah harga naik tinggi, investor institusional atau pemegang saham besar bisa saja melakukan aksi ambil untung dalam jumlah besar. Ketika pasokan saham membanjiri pasar, harga mudah terseret turun.
Manipulasi dan Spekulasi Pasar
1. Pump and Dump
Modus klasik ketika sekelompok spekulan menaikkan harga saham dengan isu positif, lalu menjualnya dalam jumlah besar. Begitu aksi ini terjadi, harga anjlok tajam dan saham terkunci di ARB.
2. Saham Gorengan
Saham berlikuiditas rendah sering disebut saham gorengan karena mudah dimainkan bandar. Saham seperti ini rawan terkena ARB karena sedikit transaksi jual saja bisa menjatuhkan harga signifikan.
Faktor Teknis di Pasar
1. Likuiditas Rendah
Saham dengan volume perdagangan kecil rentan terkena ARB. Ketika tidak ada pembeli, antrean jual menumpuk di level bawah.
2. Volatilitas Tinggi
Saham berfluktuasi besar, terutama di sektor teknologi, komoditas, atau properti, lebih cepat terkena ARB jika valuasinya dianggap terlalu mahal.
3. Support Teknis Jebol
Jika harga saham turun melewati level support kuat, banyak trader melakukan cut loss bersamaan. Hal ini mempercepat penurunan hingga menyentuh ARB.
Kebijakan BEI dan Mekanisme Proteksi
Selain batas ARB, BEI juga menerapkan mekanisme trading halt jika IHSG jatuh lebih dari 8%. Langkah ini bertujuan mencegah kepanikan lebih besar, meski sering memperburuk likuiditas di saham tertentu.
Pada masa pandemi 2020, BEI sempat memperketat batas ARB menjadi 7% per hari. Namun sejak April 2025, batas kembali normal di angka 15% seiring stabilisasi pasar.
Dampak ARB bagi Investor
-
Risiko besar: Saham yang ARB sulit dijual karena antrean penjual jauh lebih banyak daripada pembeli. Investor bisa terjebak menunggu harga pulih.
-
Peluang terbatas: Bagi trader berpengalaman, ARB kadang dianggap peluang beli murah. Namun, ini hanya berlaku jika penurunan disebabkan sentimen sesaat, bukan masalah fundamental serius.
-
Sinyal peringatan: ARB bisa menjadi tanda ada yang tidak sehat, baik di internal perusahaan maupun kondisi pasar.
Posting Komentar