Prospek Saham MORA 2025: Momentum Kuat di Tengah Ekspansi Infrastruktur Digital

Daftar Isi

Saham PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) menjadi pusat perhatian investor sepanjang akhir 2025. Emiten yang dikenal dengan merek Moratelindo ini menunjukkan performa luar biasa di pasar, baik dari sisi kinerja bisnis maupun pergerakan harga sahamnya yang melonjak tajam.

Lonjakan saham MORA bahkan sempat membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangannya karena volatilitas ekstrem. Meski demikian, tren kenaikan harga tidak berhenti di situ. Dalam tiga bulan terakhir, saham MORA telah naik lebih dari 1.200%, mencapai level Rp5.075 per 13 November 2025. Kenaikan tajam ini tentu tidak lepas dari ekspektasi pasar terhadap potensi besar sektor infrastruktur digital yang tengah berkembang pesat di Indonesia.

Peran Strategis MORA dalam Ekosistem Digital Nasional

MORA adalah perusahaan telekomunikasi nasional yang fokus pada pembangunan jaringan fiber optik backbone, kabel bawah laut, layanan internet (ISP), serta pusat data (data center). Dengan infrastruktur sepanjang lebih dari 48.000 km fiber optik, MORA berperan penting dalam menopang konektivitas nasional dari Sabang hingga Merauke.

Keunggulan utama MORA terletak pada model bisnisnya yang berbasis aset tinggi (high barrier to entry), sehingga sulit ditiru oleh kompetitor baru. Perusahaan juga memiliki jaringan internasional melalui kabel bawah laut MIC-1 yang menghubungkan Indonesia–Singapura, serta layanan interkoneksi global Monika, yang menjadi pintu masuk untuk ekspansi ke pasar regional.

Kinerja Keuangan: Fundamental yang Terjaga di Tengah Ekspansi

Dari sisi fundamental, MORA mencatat kinerja yang solid sepanjang 2024–2025, meskipun tengah agresif berekspansi.
Laporan keuangan terakhir menunjukkan beberapa indikator penting:

  • Pendapatan meningkat 17% secara tahunan (YoY), didorong pertumbuhan dari segmen ritel dan wholesale.

  • Laba bersih tumbuh dua digit, menandakan peningkatan efisiensi dan profitabilitas operasional.

  • Margin kotor (gross margin) mencapai sekitar 47%, sementara margin laba bersih (net margin) berada di kisaran 12% — menunjukkan kemampuan perusahaan mempertahankan keuntungan di tengah biaya investasi besar.

  • Arus kas operasi (operating cash flow) tetap positif, menandakan ekspansi tidak mengganggu likuiditas perusahaan.

  • Debt-to-Equity Ratio (DER) tercatat di bawah 1,5x — relatif sehat untuk perusahaan infrastruktur digital.

MORA juga menurunkan porsi utang jangka pendek dan melakukan pengelolaan pinjaman berbasis mata uang asing secara hati-hati, mengingat sebagian proyek ekspansi dibiayai dalam dolar AS.

Belanja Modal (Capex) dan Proyek Strategis 2025

Untuk tahun 2025, MORA mengalokasikan belanja modal (Capex) lebih dari Rp1 triliun, sebagian besar diarahkan pada tiga fokus utama:

  1. Perluasan jaringan Fiber to the Home (FTTH) di kota-kota sekunder dan wilayah Indonesia Timur.

  2. Pembangunan pusat data (data center) berkapasitas tinggi di Batam, yang ditargetkan menjadi hub konektivitas internasional.

  3. Modernisasi backbone fiber optik bawah laut untuk meningkatkan kapasitas bandwidth nasional.

Langkah ekspansi ini sejalan dengan proyeksi pemerintah yang menargetkan peningkatan konektivitas digital dan pemerataan akses internet berkecepatan tinggi hingga ke daerah pelosok.

MORA juga menjalin kemitraan strategis dengan berbagai operator seluler dan penyedia layanan cloud untuk mendukung konektivitas 5G, yang diperkirakan menjadi katalis pertumbuhan utama industri telekomunikasi dalam lima tahun mendatang.

Prospek Industri Telekomunikasi dan Data Center

Sektor telekomunikasi Indonesia memasuki fase percepatan digitalisasi. Menurut proyeksi Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), kebutuhan bandwidth nasional meningkat lebih dari 30% per tahun, terutama didorong oleh aktivitas digital masyarakat dan perusahaan.

Permintaan terhadap layanan data center juga melonjak pesat, seiring pertumbuhan ekonomi digital, adopsi cloud computing, dan peningkatan lalu lintas data lintas negara. Pemerintah memperkirakan nilai pasar data center di Indonesia akan mencapai lebih dari USD 3 miliar pada 2030, menjadikan Indonesia salah satu pasar paling menarik di Asia Tenggara.

Dalam konteks ini, MORA memiliki posisi kompetitif karena telah lebih dulu membangun infrastruktur backbone dan memiliki konektivitas lintas batas. Hal ini menjadi keunggulan dibanding pesaing seperti Telkom Indonesia (TLKM) dan Smartfren (FREN) dalam segmen wholesale dan konektivitas internasional.

Analisis Teknikal Saham MORA

Secara teknikal, saham MORA menunjukkan tren bullish kuat (uptrend) sejak September 2025. Harga saham terus menembus level resistance, didukung oleh volume transaksi tinggi dan sentimen positif investor.

Indikator rata-rata pergerakan (Moving Average/MA) jangka menengah dan panjang menunjukkan sinyal beli (buy signal), mengindikasikan momentum kenaikan masih berlanjut.

Namun, volatilitas tetap tinggi. Kenaikan harga yang ekstrem membuat BEI sempat mensuspensi perdagangan saham MORA pada Oktober 2025 untuk meredam gejolak pasar. Setelah suspensi dibuka, harga kembali naik hingga menyentuh level tertinggi barunya di atas Rp5.000.

Bagi trader jangka pendek, MORA masih menarik selama harga mampu bertahan di atas area support Rp4.000–Rp4.200. Namun untuk investor jangka panjang, strategi buy on weakness dianggap lebih ideal mengingat potensi koreksi setelah kenaikan tajam.

Valuasi Saham dan Risiko yang Perlu Diperhatikan

Dari sisi valuasi, MORA kini diperdagangkan dengan Price to Earnings Ratio (PER) sekitar 45x dan Price to Book Value (PBV) di kisaran 6x, jauh di atas rata-rata sektor telekomunikasi nasional yang berada di PER 25x dan PBV 2x–3x.

Valuasi tinggi ini mencerminkan ekspektasi pertumbuhan besar dari investor, namun sekaligus menandakan bahwa ruang kenaikan harga jangka pendek mungkin mulai terbatas tanpa dukungan fundamental baru.

Adapun risiko yang perlu dicermati antara lain:

  • Risiko volatilitas harga saham, mengingat pergerakan yang sangat cepat dan fluktuatif.

  • Risiko regulasi, terutama jika pemerintah menetapkan aturan baru terkait interkoneksi atau lisensi jaringan.

  • Risiko nilai tukar, karena sebagian investasi MORA bergantung pada impor perangkat jaringan.

  • Risiko persaingan, dengan semakin banyaknya pemain baru di sektor fiber optik dan layanan data center.

Pandangan ke Depan

MORA memiliki fondasi kuat untuk menjadi salah satu pemain utama di industri infrastruktur digital Indonesia. Strategi ekspansi jaringan, penambahan kapasitas data center, dan inovasi produk seperti Monika Global Interconnect menjadi katalis pertumbuhan yang signifikan.

Sektor digital Indonesia sendiri diproyeksikan terus tumbuh di kisaran 10–15% per tahun hingga 2030, memberi ruang besar bagi MORA untuk memperkuat pangsa pasar dan meningkatkan pendapatan berulang (recurring revenue).

Dengan kinerja fundamental yang positif dan dukungan tren digitalisasi nasional, saham MORA berpotensi tetap menarik bagi investor jangka menengah dan panjang. Namun disiplin dalam pengelolaan risiko tetap menjadi kunci, terutama mengingat pergerakan harga saham yang sangat agresif.

Catatan:
Data dan analisis dalam artikel ini diperbarui hingga 13 November 2025 berdasarkan laporan keuangan MORA, publikasi BEI, serta data pasar sekunder dari RTI dan IDX Channel.

Posting Komentar