Kisah Lo Kheng Hong Beli Saham BUMI: Pernah Nyaris Bangkrut, Berakhir Jadi Legenda Bursa
Pertanyaan tentang Lo Kheng Hong beli saham BUMI memang tidak pernah sepi.
Bukan karena cuan instan, tapi karena kisah ini penuh drama, kesabaran ekstrem, dan pelajaran mahal tentang value investing.
Artikel ini disusun untuk menjawab rasa penasaran investor, khususnya usia 25–55 tahun, dengan bahasa ringan, runtut, dan data yang relevan hingga kini.
Sosok Lo Kheng Hong dan Filosofi Investasinya
Nama Lo Kheng Hong sudah lama identik dengan value investing.
Ia terkenal dengan prinsip sederhana tapi sulit dijalankan:
beli saham bagus saat dibenci pasar, lalu sabar menunggu.
BUMI adalah contoh paling ekstrem dari prinsip itu.
Awal Mula Lo Kheng Hong Masuk Saham BUMI
Sekitar tahun 2011–2012, Lo Kheng Hong mulai mengoleksi saham PT Bumi Resources Tbk.
Saat itu, harga BUMI masih berada di kisaran Rp1.000–Rp3.000 per saham.
Banyak investor ritel sudah mulai ragu.
Namun, Lo Kheng Hong justru melihat peluang.
Alasan Kuat Mengapa BUMI Dianggap “Murah”
Dari sisi fundamental, BUMI punya daya tarik besar:
-
Cadangan batu bara terbukti mencapai ±3 miliar ton
-
BUMI adalah salah satu produsen batu bara terbesar di Indonesia
-
Nilai aset dinilai jauh di atas kapitalisasi pasar saat itu
-
Harga batu bara global masih relatif menarik
Meski punya utang besar, Lo Kheng Hong menilai nilai intrinsik BUMI jauh lebih tinggi dari harga sahamnya.
Saat Harga BUMI Rontok dan Jadi “Mimpi Buruk”
Masalah mulai datang pada 2013–2016.
Harga batu bara dunia anjlok.
Utang BUMI membengkak.
Perusahaan masuk proses restrukturisasi dan sempat terseret isu PKPU.
Harga saham BUMI jatuh hingga Rp50 per saham.
Di titik ini, banyak investor menyerah.
Lo Kheng Hong?
Justru sebaliknya.
Floating Loss 85% dan Keputusan Average Down
Dalam berbagai wawancara, Lo Kheng Hong mengaku:
-
Mengalami floating loss hingga sekitar 85%
-
Kepemilikan sahamnya sempat mencapai ±1 miliar lembar
-
Nilai investasinya turun drastis secara kertas
Ia menyebut fase ini sebagai salah satu titik terendah dalam hidupnya sebagai investor.
Namun, ia tetap bertahan dan bahkan melakukan average down.
Titik Balik: Restrukturisasi dan Rebound Harga
Tahun 2017 menjadi momentum penting.
Beberapa faktor kunci terjadi bersamaan:
-
Restrukturisasi utang BUMI berjalan
-
Harga batu bara global kembali naik
-
Kepercayaan pasar perlahan pulih
Harga saham BUMI melonjak ke kisaran Rp400–Rp500.
Di fase ini, Lo Kheng Hong mulai melepas sahamnya secara bertahap.
Akhir Cerita: Dari Nyaris Rugi Total Jadi Untung Besar
Dengan rata-rata harga beli sekitar Rp300 per saham setelah average down, Lo Kheng Hong berhasil:
-
Menjual sekitar 90% kepemilikan
-
Membukukan capital gain signifikan
-
Mengubah kisah “nyangkut” menjadi legenda pasar modal
BUMI pun dikenal sebagai investasi paling kontroversial tapi bersejarah dalam perjalanan investasinya.
Apakah Saat Ini Lo Kheng Hong Masih Punya Saham BUMI?
Hingga informasi publik terbaru:
-
Tidak ada data resmi yang menunjukkan Lo Kheng Hong masih memiliki saham BUMI dalam jumlah material
-
Namanya tidak tercatat sebagai pemegang saham di atas 5%
-
BUMI lebih dikenal sebagai kisah masa lalu, bukan portofolio aktifnya saat ini
Saham-Saham Lain yang Pernah Jadi Portofolio Lo Kheng Hong
Selain BUMI, Lo Kheng Hong dikenal pernah atau masih memiliki saham-saham berikut:
-
PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)
-
PT Global Mediacom Tbk (BMTR)
-
PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN)
-
PT Intiland Development Tbk (DILD)
-
PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA)
-
PT ABM Investama Tbk (ABMM)
-
PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)
Sebagian kepemilikan berada di bawah 5% sehingga tidak selalu muncul di laporan publik.
Pelajaran Penting dari Kisah Lo Kheng Hong Beli Saham BUMI
Kisah ini sering disalahartikan sebagai ajakan “nekat”.
Padahal, inti ceritanya justru ada di sini:
-
Analisis fundamental mendalam
-
Keyakinan pada nilai intrinsik
-
Kesabaran jangka panjang
-
Mental baja menghadapi volatilitas ekstrem
BUMI bukan soal spekulasi, tapi contoh nyata value investing dengan risiko tinggi.
Catatan Kecil untuk Investor
Kisah Lo Kheng Hong di BUMI tidak bisa disalin mentah-mentah.
Setiap saham punya konteks, siklus, dan risiko berbeda.
Apa yang berhasil di masa lalu, belum tentu cocok di kondisi sekarang.

Posting Komentar